Pengesahan
perppu hukuman kebiri oleh Presiden Joko Widodo mendapat tanggapan yang beragam
dari masyarakat di Indonesia. Melihat tindakan keji yang dilakukan para pelaku
tindak kekerasan seksual, sebagian masyarakat setuju lantaran tidak sudi
melihat pelaku masih berkeliaran dengan bebas.
Hukuman
kebiri bukanlah suatu hal yang baru. Praktik ini tengah berlangsung sejak
ribuan tahun lalu di sejumlah negara. Kebiri yang dikenal dengan kastrasi
merupakan tindakan bedah dan penggunaan bahan kimia dengan tujuan menghilangkan
fungsi testis pada pria atau ovarium wanita.
Berangkat
dari kepercayaan para kekaisaran Cina dan Korea, kebiri dilakukan untuk
mencapai status sosial di masa tersebut. Tindakan kebiri dipakai untuk menjaga
dan melindungi istri ketika mereka (para kaisar) bertugas di kerajaan Timur
Tengah, dilansir dari laman Stuffyoushouldknow, ditulis Kamis (26/05/2016).
Berbeda
dengan di Roma, praktik kebiri tidak diperbolehkan sebab pengangkatan testis
menjadi hal yang bertentangan dengan hukum Ilahi. Khususnya bagi anak laki-laki
sebelum masa pubertas mampu mempengaruhi pita suara mereka yang 95 persen
diproduksi dari testis.
Sedangkan
di beberapa negara lainnya, termasuk Indonesia, kebiri dilakukan sebagai sebuah
tindakan hukuman atas kejahatan. Sementara, praktik kebiri kimia yang paling
terkenal adalah yang dilakukan pada Alan Turing pada tahun 1952 akibat kasus
homoseksualitas di Great Britain.
Kebiri
yang dilakukan melalui proses kimia diperkenalkan oleh dokter asal Amerika
bernama John Money, dengan suntikan tanpa tindakan bedah sama sekali. Money
memberlakukan kebiri kimia ini untuk orang-orang yang memiliki fantasi lebih
terhadap seksualitas khususnya seksualitas kepada anak-anak.
Diberlakukannya hukuman kebiri
Dalam
waktu 30 tahun pengebirian kimia ini menjadi hal wajib yang diberlakukan negara
Amerika Serikat untuk menghukum para pedofilia. Pemberlakukan hukuman ini pun
mengundang kontroversial akibat dua alasan.
Pertama,
tindakan ini dinilai kejam dan tidak biasa, juga dinilai sebagai tindakan
pencegahan yang tidak efektif yang mungkin saja masih terjadi di masa depan.
Kedua, tindakan pengebirian tidak selalu bekerja dengan baik dan belum tentu
membuat para pedofil lainnya menjadi jera.
Sedangkan
di Jerman, sebuah studi tahun 1960 mencatat, seorang pelaku seks yang telah
dikebiri melalui orchiectomy (pengangkatan testis) menemukan bahwa 18 persen
masih bisa berhubungan seks. Hal ini membuktikan bahwa hukuman kebiri belum
tentu bekerja dengan baik dan mampu mencegah tindakan kriminal seksualitas.
Dan
kini Indonesia mulai memberlakukan hukuman kebiri. Akankah ini membuahkan hasil
yang baik?
Sumber:liputan6.com
0 comments:
Post a Comment